Ekaristi dan Kehidupan
Mengembangkan spiritualitas ekaristis secara negatif berarti menghilangkan sikap dan mentalitas yang berlawanan dengan semangat Ekaristi. Secara positif berarti mencoba membangun hidup dengan model dan tuntunan nilai-nilai Ekaristi. Kalau kedua usaha ini sungguh-sungguh diperjuangkan, kita lalu tidak hanya bohong-bohongan kalau menerima pernyataan Konsili Vatikan II, bahwa Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani kita. Hidup sebelumnya diarahkan kepada Ekaristi, dan hidup sesudahnya menjadi kelanjutan Ekaristi. Untuk itu kita akan mencoba menggali beberapa nilai dasar Ekaristi.
1. Puji Syukur.
Jemaat kristen adalah jemaat yang sudah ditebus dan diselamatkan. Oleh karena itu, panggilan dasar umat kristen bukan lagi untuk "mengejar keselamatan" atau memperebutkan tiket masuk sorga. Sebaliknya, karena sudah diselamatkan, umat kristen dipanggil untuk bergabung bersama para kudus dan para malaekat di sorga, yang selalu melambungkan pujian bagi kemuliaan Allah.
Puji syukur itu terungkap di dalam setiap peribadatan, yang puncaknya adalah Ekaristi. Dan, terwujud di dalam hidup sehari-hari yang dipenuhi dengan suka cita dan kerelaan memperjuangkan terwujudnya Kerajaan Allah. Orang yang dipenuhi puji syukur, akan melakukan apapun yang baik, indah dan benar, bukan dengan bermuram durja, tetapi dengan penuh suka cita.
2. Mempersembahkan Diri
Dengan menerima komuni, kita mempersatukan diri dengan Kristus yang menyerahkan diriNya kepada Bapa, demi keselamatan manusia. Hidup kristen pada dasarnya adalah panggilan kepada kemartiran. Kita menerima "Tubuh Kristus" berarti kita memberikan tempat kepada Kristus di dalam diri kita. Begitu Kristus merasuki hidup kita, kita akan selalu didorong untuk meninggalkan diri sendiri untuk melakukan korban apapun demi cinta kepada sesama.
Di dalam perayaan Ekaristi, persembahan dalam wujud barang, hanyalah ungkapan lahiriah dari kesediaan diri untuk menyerahkan diri. Baik di dalam doa persembahan maupun di dalam DSA, kita memohon agar persembahan diri itu dipersatukan dengan pengorbanan Kristus. Secara sakramental persatuan dalam penyerahan diri itu ditandakan dengan komuni.
3. Hidup Bersaudara
Perayaan Ekaristi bukanlah doa pribadi, atau doa pribadi bersaama-sama, tetapi doa resmi Gereja. Oleh karena itu pada awal perayaan baik dengan lagu pembukaan, pengantar romo, tobat, maupun doa pembukaan umat diarahkan untuk menyadari sebagai suatu jemaat. Sebagai jemaat (umat yang dijadikan bersaudara dalam iman) itu, bersama-sama akan melambungkan puji syukur dan permohonan kepada Bapa.
Karya penebusan Kristus yang diaktualisir dalam doa syukur dan pengenangan ini, akhirnya menjadi sarana pembaharuan persaudaraan yang sudah pada awal mula dimeteraikan oleh permandian. Menurut petunjuk resmi, untuk menerima komuni sebaiknya umat berarak maju menuju altar. Gerak liturgis ini menjadi tanda keyakinan iman yang sangat mendalam. Seperti yang diungkapkan oleh Rasul Paulus, dengan menyantap roti dan minum dari piala yang sama kita dibentuk menjadi Tubuh Tuhan. Oleh karena itu, kalau di satu pihak Ekaristi adalah synaksis (pertemuan umat beriman), di lain pihak Ekaristi adalah pembangun Gereja.
Persaudaraan iman lalu menjadi prasyarat (kalau Ekaristi dipahami sebagai puncak hidup kristiani), dan akibat dari Ekaristi. Dalam kehidupan sehari-hari, yang di tengah-tengahnya ada Ekaristi, persaudaraan iman itu semestinya terwujud nyata.
4. Bersedia Diutus
Bagian akhir Perayaan Ekaristi adalah perutusan. Pada jaman dahulu ada saatnya, Ekaristi tidak ditutup dengan berkat tetapi dibiarkan berakhir begitu saja. Praktek ini dilandasi keyakinan bahwa Ekaristi harus dilanjutkan dalam hidup selanjutnya. Dalam tata perayaan yang sekarang ini ada, perutusan itu secara eksplisit dimasukkan. Justru karena itulah, perayaan ini sering disebut juga misa (ite misa est).
Walaupun aspek perutusan ini dieksplisitkan terutama pada bagian penutup, tetapi sebenarnya perutusan merupakan konsekwensi dari seluruh perayaan. Setelah mendengarkan firman Tuhan, mengamininya, kita dipanggil untuk mewartakannya melalui hidup sehari-hari. Begitu juga setelah secara sakramental bersatu dengan penyerahan diri Kristus, dan bersama Kristus diterima oleh Bapa (menerima penebusan), kita semestinya berani menerima perutusan untuk hidup dengan cara yang baru.
5. Mendengarkan Sabda Tuhan
Doa syukur dan pengenangan di dalam Ekaristi didukung dan dimungkinkan karena Gereja bersedia mendengarkan firman Allah, yang dalam liturgi diletakkan sebelum DSA. Begitu pula dalam kehidupan konkrit. Hidup yang bersemangat ekaristis hanya mungkin bila orang dengan setia mendengarkan Sabda Tuhan, dan tekun melaksanakannya. Jemaat kristen, sering kali disebut juga jemaat yang dipersatukan oleh Sabda Tuhan.
1. Puji Syukur.
Jemaat kristen adalah jemaat yang sudah ditebus dan diselamatkan. Oleh karena itu, panggilan dasar umat kristen bukan lagi untuk "mengejar keselamatan" atau memperebutkan tiket masuk sorga. Sebaliknya, karena sudah diselamatkan, umat kristen dipanggil untuk bergabung bersama para kudus dan para malaekat di sorga, yang selalu melambungkan pujian bagi kemuliaan Allah.
Puji syukur itu terungkap di dalam setiap peribadatan, yang puncaknya adalah Ekaristi. Dan, terwujud di dalam hidup sehari-hari yang dipenuhi dengan suka cita dan kerelaan memperjuangkan terwujudnya Kerajaan Allah. Orang yang dipenuhi puji syukur, akan melakukan apapun yang baik, indah dan benar, bukan dengan bermuram durja, tetapi dengan penuh suka cita.
2. Mempersembahkan Diri
Dengan menerima komuni, kita mempersatukan diri dengan Kristus yang menyerahkan diriNya kepada Bapa, demi keselamatan manusia. Hidup kristen pada dasarnya adalah panggilan kepada kemartiran. Kita menerima "Tubuh Kristus" berarti kita memberikan tempat kepada Kristus di dalam diri kita. Begitu Kristus merasuki hidup kita, kita akan selalu didorong untuk meninggalkan diri sendiri untuk melakukan korban apapun demi cinta kepada sesama.
Di dalam perayaan Ekaristi, persembahan dalam wujud barang, hanyalah ungkapan lahiriah dari kesediaan diri untuk menyerahkan diri. Baik di dalam doa persembahan maupun di dalam DSA, kita memohon agar persembahan diri itu dipersatukan dengan pengorbanan Kristus. Secara sakramental persatuan dalam penyerahan diri itu ditandakan dengan komuni.
3. Hidup Bersaudara
Perayaan Ekaristi bukanlah doa pribadi, atau doa pribadi bersaama-sama, tetapi doa resmi Gereja. Oleh karena itu pada awal perayaan baik dengan lagu pembukaan, pengantar romo, tobat, maupun doa pembukaan umat diarahkan untuk menyadari sebagai suatu jemaat. Sebagai jemaat (umat yang dijadikan bersaudara dalam iman) itu, bersama-sama akan melambungkan puji syukur dan permohonan kepada Bapa.
Karya penebusan Kristus yang diaktualisir dalam doa syukur dan pengenangan ini, akhirnya menjadi sarana pembaharuan persaudaraan yang sudah pada awal mula dimeteraikan oleh permandian. Menurut petunjuk resmi, untuk menerima komuni sebaiknya umat berarak maju menuju altar. Gerak liturgis ini menjadi tanda keyakinan iman yang sangat mendalam. Seperti yang diungkapkan oleh Rasul Paulus, dengan menyantap roti dan minum dari piala yang sama kita dibentuk menjadi Tubuh Tuhan. Oleh karena itu, kalau di satu pihak Ekaristi adalah synaksis (pertemuan umat beriman), di lain pihak Ekaristi adalah pembangun Gereja.
Persaudaraan iman lalu menjadi prasyarat (kalau Ekaristi dipahami sebagai puncak hidup kristiani), dan akibat dari Ekaristi. Dalam kehidupan sehari-hari, yang di tengah-tengahnya ada Ekaristi, persaudaraan iman itu semestinya terwujud nyata.
4. Bersedia Diutus
Bagian akhir Perayaan Ekaristi adalah perutusan. Pada jaman dahulu ada saatnya, Ekaristi tidak ditutup dengan berkat tetapi dibiarkan berakhir begitu saja. Praktek ini dilandasi keyakinan bahwa Ekaristi harus dilanjutkan dalam hidup selanjutnya. Dalam tata perayaan yang sekarang ini ada, perutusan itu secara eksplisit dimasukkan. Justru karena itulah, perayaan ini sering disebut juga misa (ite misa est).
Walaupun aspek perutusan ini dieksplisitkan terutama pada bagian penutup, tetapi sebenarnya perutusan merupakan konsekwensi dari seluruh perayaan. Setelah mendengarkan firman Tuhan, mengamininya, kita dipanggil untuk mewartakannya melalui hidup sehari-hari. Begitu juga setelah secara sakramental bersatu dengan penyerahan diri Kristus, dan bersama Kristus diterima oleh Bapa (menerima penebusan), kita semestinya berani menerima perutusan untuk hidup dengan cara yang baru.
5. Mendengarkan Sabda Tuhan
Doa syukur dan pengenangan di dalam Ekaristi didukung dan dimungkinkan karena Gereja bersedia mendengarkan firman Allah, yang dalam liturgi diletakkan sebelum DSA. Begitu pula dalam kehidupan konkrit. Hidup yang bersemangat ekaristis hanya mungkin bila orang dengan setia mendengarkan Sabda Tuhan, dan tekun melaksanakannya. Jemaat kristen, sering kali disebut juga jemaat yang dipersatukan oleh Sabda Tuhan.
[-HOME-] [-Doa Tokoh Suci-] [-Doa Praktis-] [-Tuntunan Alkitab-]