Lebih Penting Mana Beragama atau Hidup Beriman?

Fanatisme ada di semua agama di segala jaman. Kejadian-kejadian yang berawal dari fanatisme agama di Indonesia akhir-akhir ini membuat saya terusik untuk bertanya. Apakah Yesus menghendaki para pengikutNya (orang-orang yang mau mendengarkan ajaranNya dan hidup dengan cara yang dikehendakiNya) untuk fanatik?

Sebagai orang yang tidak ahli dalam ilmu alkitab, sekilas saya hanya teringat perumpamaannya tentang "kubur yang bercat putih". Menurut saya, perumpamaan itu mencerminkan sikap Yesus terhadap kehidupan beragama. Kalau tidak salah tafsir, Yesus mencela orang yang hidup beragamanya sempurna tetapi tidak bersikap manusiawi dalam kehidupan nyata. Dengan lebih jelas lagi Yesus menceriterakan tentang seorang Samaria yang tergeletak di jalan karena dirampok. Yesus tidak memuji kaum agamawan yang melewati orang berkesusahan itu tanpa menolong demi sempurna taatnya pada aturan agama.

Menurut saya sikap Yesus sangat jelas. Dia tidak menghendaki fanatisme pada agama, yang seringkali malah membuat manusia tidak manusiawi lagi. Yesus menginginkan fanatisme hanya pada iman kepada Allah yang mahakasih, dan fanatisme pada cinta kasih terhadap sesama, humanisme yang nyata dalam hidup.

Teman, Yesus seperti saya dan kalian semua bukanlah tokoh besar pada jamannya. Dia orang biasa, anak tukang kayu. Dia bukan raja, pangeran atau pejabat berpengaruh. Orang-orang mau mendengarkan perkataanNya karena yang dikatakan adalah kebenaran tak tersangkal. Mereka kemudian membangun hidup berdasarkan pengajaran itu dan kemudian berkumpul sebagai komunitas. Yesus tidak secara langsung mendirikan agama. Orang-orang yang mau hidup dengan caraNya itulah yang kemudian disebut komunitas kristen. Oleh karenanya arti Gereja pertama-tama bukanlah bangunan atau organisasi agama, tetapi orang-orang, yaitu saya dan kalian.

Jadi, tidak cukuplah kalau kamu sempurna beragama. Sempurnalah hidup dalam cinta kasih. Menurut saya, lebih utama menjadi "orang baik" dari pada menjadi "orang beragama".