Darah yang Menguatkan
Seorang ibu kristen harus menghadapi kemartiran bersama dengan anaknya yang berumur tiga tahun. Ketika tentara kerajaan datang kepada mereka dengan pedang yang tajam dan berkilat-kilat, anaknya yang ketakutan itu mulai berteriak dan menjerit-jerit dan mencoba untuk lari. Ketika sang ibu tidak dapat lagi menghiburnya, ibu itu membungkuk dan mencelupkan tangannya pada darah martir-martir sebelumnya yang masih hangat dan mengoleskannya pada wajah anaknya. Karena sentuhan darah yang gagah berani itu, bocah itu mendapatkan kekuatannya dan berseru, "Saya adalah seorang kristen dan ingin mati sebagai orang kristen pula, demi Tuhan dan sorga!" Kedua orang itu dibunuh sebagai martir bersama-sama. Bukankah kita ribuan kali lebih beruntung karena mempunyai sumber kekuatan yang selalu tersedia, tidak hanya darah martir, tetapi darah mulia Kristus sendiri dalam Ekaristi?